Sabtu, 29 Maret 2008

Diabetes Mempengaruhi Kehidupan Seks



Diabetes jelas memengaruhi kehidupan seks. Pengguna insulin misalnya, perlu menimbang efek aktivitas seksual yang akan dilakukan, terutama terhadap kemungkinan turunnya gula darah setelah berhubungan seks.

Berkonsultasi terbuka pada dokter merupakan pilihan bijak bila kondisi semakin buruk

Tindakan yang lazim disarankan untuk dipertimbangkan oleh penderita diabetes (diabetesi) sebelum melakukan hubungan seks, misalnya: memeriksa kadar gula darah. Tindakan ini barangkali menyebalkan, tetapi tetap lebih baik dilakukan dibanding perjuangan memulihkan anjloknya kadar gula darah yang mungkin terjadi setelah kegiatan di ranjang.

Makan tepat sebelum atau sesudah berhubungan intim juga bermanfaat dilakukan sebagaimana disarankan setelah berolahraga. Pertimbangkan pula untuk makan snack (ngemil) sebelum tidur. Diabetesi yang tergantung suntikan insulin juga perlu menjadwalkan penyuntikan selama berhubungan seks untuk menghindari reaksi gula darah yang tidak diinginkan.

Begitulah antara lain, menurut situs endocrinologist .com, manfaat diabetesi bersikap terbuka pada dokter, khususnya dalam kehidupan seksual. Satu hal yang perlu diingat para diabetesi, adalah lazim bagi semua orang, baik pria maupun wanita, pernah mengalami gangguan seksual setidaknya sekali dalam hidupnya, entah mereka menderita diabetes atau tidak.

Meski orang sering enggan membicarakan gangguan tersebut dengan dokter, harus diyakini bahwa dokterlah yang terbiasa menangani keluhan seperti itu dan mencarikan solusi sebagai jalan keluar.

Banyak persoalan yang berkaitan dengan unjuk kerja seksual disebabkan oleh masalah fisik, misalnya terkait dengan obat yang digunakan untuk merawat gangguan fisik yang terjadi. Kadang pula gangguan seksual muncul akibat masalah psikologis.

Karena itu, penting membicarakan gangguan seksual yang terjadi dengan dokter untuk memastikan sumber utama permasalahannya sebelum diputuskan cara-cara penanganannya.

Gangguan Umum

Pada wanita, pengendalian diabetes kadang harus memperhitungkan siklus menstruasi. Pilihan penggunaan alat kontrasepsi juga harus disesuaikan dengan diabetes yang dideritanya. Kehamilan dan menopause juga akan menjadi pertimbangan tersendiri dalam pengendalian gula darah tersebut.

Kondisi yang perlu dipahami oleh para diabetesi, bila kadar glukosa darah tetap dibiarkan tinggi dalam jangka panjang, saraf atau aliran darah ke organ-organ seksual akan rusak. Inilah sebabnya fungsi seksual para diabetesi mudah terganggu.

Wanita penderita diabetes mungkin sekali akan mengalami masalah dalam pengendalian kandung kemih atau menderita gangguan yang disebut neuroqenic bladder. Untuk mencegah gangguan ini menyerang, biasanya dokter akan menyarankan diabetesi wanita yang mengalami gangguan tersebut untuk mengosongkan kandung kemihnya sebelum dan sesudah berhubungan seksual. Pengosongan kandung kemih (kencing) setelah berhuhungan seks ini juga akan membantu mencegah untuk terkena infeksi kandung kemih.

Selain itu, rusaknya saraf dan pembuluh darah juga akan membuat perlendiran vagina sebagai respon seksual menjadi berkurang. Ini akan menyebabkan vagina tetap kering meski terjadi perangsangan seksual.

Sebagai akibatnya, kegiatan seksual akan dirasakan menjadi tidak nyaman. Rasa tidak nyaman ini pada gilirannya akan membuat minat berhubungan seks pada wanita dengan diabetes jauh menurun.

Pada diabetesi pria, tentu saja, kekhawatiran utama akibat rusaknya saraf dan alirah darah ke organ seksual adalah impotensi. Seiring dengan pertambahan usia, impotensi merupakan ancaman nyata bagi pria normal dan pria dengan diabetes.

Impotensi banyak menimpa pria usia 50 tahunan atau lebih, dan pria dengan diabetes memiliki risiko yang lebih besar. Antara 50 hingga 60 persen pria dengan diabetes berusia di atas 50 tahun terserang impotensi dengan gradasi yang berbeda-beda.

Yang dimaksud impotensi disini adalah seringnya tidak mampu, bukan cuma kadang-kadang, memperoleh dan mempertahankan ereksi. Disebut-sebut, pria dengan diabetes juga memiliki kemungkinan 10 hingga 15 tahun lebih awal untuk mengalami gangguan ereksi dibanding pria tanpa diabetes.

Impotensi bisa disebabkan oleh gangguan fisik dan psikologis. Impotensi karena gangguan psikologis bisa terjadi tiba-tiba, sedang impotensi karena gangguan fisik datang perlahan-lahan, dimulai dengan kurang kencangnya kadar ereksi, berkurangnya kadar keseringan memperoleh ereksi, terus memburuk seiring perjalanan waktu, dan akhirnya tak mampu memperoleh ereksi.

Pada pria dengan diabetes, umumnya gangguan itu disebabkan oleh memburuknya saraf atau pembuluh darah ke organ seksual. Jadi, misalnya, bila pembuluh darah yang rusak menghambat aliran darah ke penis, penis tak akan bisa ereksi lagi. Demikian pula bila saraf yang memberi isyarat pada penis rusak, penis juga tidak mampu ereksi.

Pilihan Cara

Cara yang biasa dianjurkan bagi pria dengan diabetes untuk menghindari impotensi akibat gangguan psikologis adalah memelihara terkendalinya glukosa darah, tidak merokok, tidak minum alkohol, dan menjaga supaya tekanan darah tetap normal.

Namun, bila gangguan yang dialami semakin mengkhawatirkan, berbicara secara terbuka dengan dokter untuk menemukan akar masalah, harus menjadi pilihan. Memastikan penyebab impotensi, yang harus dilakukan sebelum langkah perawatan ditentukan, mungkin akan mencakup sejumlah tes.

Sebagai bagian dari evaluasi, dokter sangat perlu memperoleh informasi obat apa saja yang selama ini dikonsumsi, termasuk obat yang dikonsumsi tanpa resep dokter karena obat-obatan ini mungkin ikut menjadi penyebab impotensi. Jika benar obat-obatan ini yang menjadi penyebab impotensi, biasanya dokter akan mengubah atau menyesuaikan sesuai kondisi pasien.

Para dokter sekarang memiliki beragam tawaran untuk perawatan impotensi. Bila masalahnya berakar dari masalah psikologis, dokter akan merujuk psikiater atau terapis yang ahli di bidang masalah seksual.

Namun, bila sumber masalahnya adalah fisik atau fisiologis, pilihan perawatan yang bisa dilakukan dokter termasuk pula menyuntikkan obat langsung ke penis untuk memperoleh ereksi yang bisa berlangsung 30 hingga 60 menit, yaitu menggunakan pompa vakum untuk menghasilkan ereksi, dan memasang suatu alat (protesis penis) di dalam penis.

Tentu saja banyak manfaat dan risiko yang harus dipertimbangkan dengan pilihan cara tersebut. Sayangnya, hanya dokter yang tahu persis manfaat dan risikonya. Karena itu, datanglah ke dokter untuk memperoleh bantuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar