Katno1), S.Pramono2)
Balai Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu
Fakultas Farmasi, UGM
Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat,
terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan yang
mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat. Obat tradisional dan tanaman obat banyak
digunakan masyarakat menengah kebawah terutama dalam upaya preventif, promotif dan
rehabilitatif. Sementara ini banyak orang beranggapan bahwa penggunaan tanaman obat atau obat tradisional relatip lebih aman dibandingkan obat sintesis. Walaupun demikian bukan berarti tanaman obat atau obat tardsional tidak memiliki efek samping yang merugikan, bila penggunaannya kurang tepat.
Agar penggunaannya optimal, perlu
diketahui informasi yang memadai tentang kelebihan dan kelemahan serta kemungkinan
penyalahgunaan obat tradisional dan tanaman obat. Dengan informasi yang cukup
diharapkan masyarakat lebih cermat untuk memilih dan menggunakan suatu produk obat
tradisional atau tumbuhan obat dalam upaya kesehatan.
Setiap manusia pada hakekatnya mendambakan hidup sehat dan sejahtera lahir
dan batin. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, disamping
kebutuhan akan sandang, pangan, papan dan pendidikan, karena hanya dengan kondisi
kesehatan yang baik serta tubuh yang prima manusia dapat melaksanakan proses
kehidupan untuk tumbuh dan berkembang menjalankan segala aktivitas hidupnya.
Maka tidak terlalu berlebihan, jika ada selogan “Kesehatan memang bukan segala-
galanya, tetapi tanpa kesehatan anda tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan segala-
galanya itu mungkin akan sirna”.
Bertolak dari hal itu maka upaya kesehatan terpadu (sehat jasmani, rokhani dan
sosial) mutlak diperlukan baik secara pribadi maupun kelompok masyarakat untuk
mewujudkan Indonesia sehat 2010. Keterpaduan upaya kesehatan tersebut meliputi
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), pemulihan kesehatan
rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara bisa dilakukan
dalam rangka memperoleh derajat kesehatan yang optimal, salah satunya dengan
memanfaatkan tanaman obat yang dikemas dalam bentuk jamu atau obat tradisional.
Adapun yang dimaksud dengan obat tradisional adalah obat jadi atau ramuan
bahan alam yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau
campuran bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman. Pada kenyataannya bahan obat alam yang berasal
dari tumbuhan porsinya lebih besar dibandingkan yang berasal dari hewan atau mineral,
sehingga sebutan obat tradisional (OT) hampir selalu identik dengan tanaman obat (TO)
karena sebagian besar OT berasal dari TO. Obat tradisional ini (baik berupa jamu
maupun TO) masih banyak digunakan oleh masyarakat, terutama dari kalangan
menengah kebawah. Bahkan dari masa ke masa OT mengalami perkembangan yang
semakin meningkat, terlebih dengan munculnya isu kembali ke alam (back to nature)
serta krisis yang berkepanjangan. Namun demikian dalam perkembangannya sering
dijumpai ketidak tepatan penggunaan OT karena kesalahan informasi maupun anggapan
keliru terhadap OT dan cara penggunaannya.
Dari segi efek samping memang diakui
bahwa obat alam/OT memiliki efek samping relatif kecil dibandingkan obat modern,
tetapi perlu diperhatikan bila ditinjau dari kepastian bahan aktif dan konsistensinya
yang belum dijamin terutama untuk penggunaan secara rutin.
Berdasarkan hal itu, tulisan ini mencoba memaparkan beberapa aspek OT/TO,
terkait dengan manfaat dan keamanannya untuk menambah informasi tentang tanaman
obat/obat tradisional.
I. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN OBAT TRADISIONAL / TANAMAN
OBAT
A. Kelebihan Obat Tradisional
Dibandingkan obat-obat modern, memang OT/TO memiliki beberapa kelebihan,
antara lain : efek sampingnya relatif rendah, dalam suatu ramuan dengan komponen
berbeda memiliki efek saling mendukung, pada satu tanaman memiliki lebih dari satu
efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif.
1). Efek samping OT relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat
OT/TO akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan tepat, baik takaran, waktu
dan cara penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuai dengan indikasi tertentu.
a. Ketepatan takaran/dosis
Daun sledri (Apium graviolens) telah diteliti dan terbukti mampu menurunkan
tekanan darah, tetapi pada penggunaannya harus berhati-hati karena pada dosis berlebih
(over dosis) dapat menurunkan tekanan darah secara drastis sehingga jika penderita
tidak tahan dapat menyebabkan syok. Oleh karena itu dianjurkan agar jangan
mengkonsumsi lebih dari 1 gelas perasan sledri untuk sekali minum. Demikian pula
mentimun, takaran yang diperbolehkan tidak lebih dari 2 biji besar untuk sekali makan.
Untuk menghentikan diare memang bisa digunakan gambir, tetapi penggunaan
lebih dari 1 ibu jari, bukan sekedar menghentikan diare bahkan akan menimbulkan
kesulitan buang air besar selama berhari-hari (kebebelen).
Sebaliknya penggunaan minyak jarak (Oleum recini) untuk urus-urus yang tidak terukur
akan menyebabkan iritasi saluran pencernaan. Demikian juga dengan pemakaian keji
beling (Strobilantus crispus) untuk batu ginjal melebihi 2 gram serbuk (sekali minum)
bisa menimbulkan iritasi saluran kemih.
b. Ketepatan waktu penggunaan
Sekitar tahun 1980-an terdapat suatu kasus di salah satu rumah sakit bersalin,
beberapa pasien mengalami kesulitan persalinan akibat mengkonsumsi jamu cabe
puyang sepanjang masa (termasuk selama masa kehamilan). Setelah dilakukan
penelitian, ternyata jamu cabe puyang mempunyai efek menghambat kontraksi otot
pada binatang percobaan. Oleh karena itu kesulitan melahirkan pada ibu-ibu yang
mengkonsumsi cabe puyang mendekati masa persalinan karena kontraksi otot uterus
dihambat terus-menerus sehingga memperkokoh otot tersebut dalam menjaga janin
didalamnya. Sebaliknya jamu kunir asem bersifat abortivum sehingga mungkin dapat
menyebabkan keguguran bila dikonsumsi pada awal kehamilan. Sehubungan dengan
hal itu, seyogyanya bagi wanita hamil minum jamu cabe-puyang di awal kehamilan
(antara 1-5 bulan) untuk menghindari resiko keguguran dan minum jamu kunir-asem
saat menjelang persalinan untuk mempermudah proses persalinan.
Kasus lain adalah penggunaan jamu sari rapet terus menerus sejak gadis hingga
berumah tangga dapat menyebabkan kesulitan memperoleh keturunan bagi wanita yang
kurang subur karena ada kemungkinan dapat memperkecil peranakan.
c. Ketepatan cara penggunaan
Daun kecubung (Datura metel L.) telah diketahui mengandung alkaloid turunan
tropan yang bersifat bronkodilator (dapat memperlebar saluran pernafasan) sehingga
digunakan untuk pengobatan penderita asma. Penggunaannya dengan cara dikeringkan
lalu digulung dan dibuat rokok serta dihisap (seperti merokok). Akibat kesalahan
informasi yang diperoleh atau kesalah fahaman bahwasanya secara umum penggunaan
TO secara tradisional adalah direbus lalu diminum air seduhannya; maka jika hal itu
diperlakukan terhadap daun kecubung, akan terjadi keracunan karena tingginya kadar
alkaloid dalam darah. Orang Jawa menyebutnya ‘mendem kecubung’ dengan salah satu
tandanya midriasis, yaitu mata membesar.
d. Ketepatan pemilihan bahan secara benar
Berdasarkan pustaka, tanaman lempuyang ada 3 jenis, yaitu lempuyang emprit
(Zingiber amaricans L) lempuyang gajah (Zingiber zerumbert L.) dan lempuyang
wangi (Zingiber aromaticum L.). Lempuyang emprit dan lempuyang gajah berwarna
kuning berasa pahit dan secara empiris digunakan untuk menambah nafsu makan;
sedangkan lempuyang wangi berwarna lebih putih (kuning pucat) rasa tidak pahit dan
berbau lebih harum, banyak digunakan sebagai komponen jamu pelangsing.
Kenyataannya banyak penjual simplisia yang kurang memperhatikan hal tersebut,
sehingga kalau ditanya jenisnya hanya mengatakan yang dijual lempuyang tanpa
mengetahui apakah lempuyang wangi atau yang lain.
Kerancauan serupa juga sering terjadi antara tanaman ngokilo yang di’anggap
sama’ dengan keji beling, daun sambung nyawa dengan daun dewa, bahkan akhir-akhir
ini terhadap tanaman kunir putih, dimana 3 jenis tanaman yang berbeda (Curcuma
mangga, Curcuma zedoaria dan Kaempferia rotunda) seringkali sama-sama disebut
sebagai ‘kunir putih’ yang sempat mencuat kepermukaan karena dinyatakan bisa
digunakan untuk pengobatan penyakit kanker.
e. Ketepatan pemilihan TO/ramuan OT untuk indikasi tertentu
Kenyataan dilapangan ada beberapa TO yang memiliki khasiat empiris serupa
bahkan dinyatakan sama (efek sinergis). Sebaliknya untuk indikasi tertentu diperlukan
beberapa jenis TO yang memiliki efek farmakologis saling mendukung satu sama lain
(efek komplementer). Walaupun demikian karena sesuatu hal, pada berbagai kasus
ditemui penggunaan TO tunggal untuk tujuan pengobatan tertentu. Misalnya seperti
yang terjadi sekitar tahun 1985, terdapat banyak pasien di salah satu rumah sakit di
Jawa Tengah yang sebelumnya mengkonsumsi daun keji beling. Pada pemeriksaan
laboratorium dalam urine-nya ditemukan adanya sel-sel darah merah (dalam jumlah)
melebihi normal.
Hal ini sangat dimungkinkan karena daun keji beling merupakan
diuretik kuat sehingga dapat menimbulkan iritasi pada saluran kemih. Akan lebih tepat
bagi mereka jika menggunakan daun kumis kucing (Ortosiphon stamineus) yang efek
diuretiknya lebih ringan dan dikombinasi dengan daun tempuyung (Sonchus arvensis)
yang tidak mempunyai efek diuretik kuat tetapi dapat melarutkan batu ginjal
berkalsium.
Penggunaan daun tapak dara (Vinca rosea) untuk mengobati diabetes bukan
merupakan pilihan yang tepat, sebab daun tapak dara mengandung alkaloid vinkristin
dan vinblastin yang dapat menurunkan jumlah sel darah putih (leukosit). Jika digunakan
untuk penderita diabetes yang mempunyai jumlah leukosit normal akan membuat
penderita rentan terhadap serangan penyakit karena terjadi penurunan jumlah leukosit
yang berguna sebagai pertahanan tubuh.
2). Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat
tradisional/komponen bioaktif tanaman obat
Dalam suatu ramuan OT umumnya terdiri dari beberapa jenis TO yang memiliki
efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan.
Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat mungkin agar tidak
menimbulkan kontra indikasi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang saling menunjang
terhadap suatu efek yang dikehendaki.
Sebagai ilustrasi dapat dicontohkan bahwa suatu formulasi terdiri dari komponen utama sebagai unsur pokok dalam tujuan pengobatan,
asisten sebagai unsur pendukung atau penunjang, ajudan untuk membantu menguatkan
efek serta pesuruh sebagai pelengkap atau penyeimbang dalam formulasi. Setiap unsur
bisa terdiri lebih dari 1 jenis TO sehingga komposisi OT lazimnya cukup komplek.
Misalnya suatu formulasi yang ditujukan untuk menurunkan tekanan darah,
komponennya terdiri dari :
daun sledri (sebagai vasodilator), daun apokat atau akar teki (sebagai diuretika), daun murbei atau besaren (sebagai Ca-antagonis) serta biji pala
(sebagai sedatif ringan). Formulasi lain dimaksudkan untuk pelangsing, komponennya
terdiri dari : kulit kayu rapet dan daun jati belanda (sebagai pengelat), daun jungrahap
(sebagai diuretik), rimpang kunyit dan temu lawak (sebagai stomakik sekaligus bersifat pencahar).
Dari formulasi ini walaupun nafsu makan ditingkatkan oleh temu lawak dan
kunyit, tetapi penyerapan sari makanan dapat ditahan oleh kulit kayu rapet dan jati
belanda. Pengaruh kurangnya defakasi dinetralisir oleh temulawak dan kunyit sebagai
pencahar, sehingga terjadi proses pelangsingan sedangkan proses defakasi dan diuresis tetap berjalan sebagaimana biasa.
Terhadap ramuan tersebut seringkali masih diberi bahan-bahan tambahan
(untuk memperbaiki warna, aroma dan rasa) dan bahan pengisi (untuk memenuhi
jumlah/volume tertentu). Bahan tambahan sering disebut sebagai Coringen, yaitu
c.saporis (sebagai penyedap rasa, misalnya menta atau kayu legi), c.odoris (penyedap
aroma/bau, misalnya biji kedawung atau buah adas) dan c.coloris (memperbaiki warna
agar lebih menarik, misalnya kayu secang, kunyit atau pandan). Untuk bahan pengisi
bisa digunakan pulosari atau adas, sekaligus ada ramuan yang disebut ‘adas-pulowaras’ atau ‘adas-pulosari’.
Untuk sediaan yang berbentuk cairan atau larutan, seringkali masih diperlukan
zat-zat atau bahan yang berfungsi sebagai Stabilisator dan Solubilizer. Stabilisator
adalah bahan yang berfungsi menstabilkan komponen aktif dalam unsur utama,
sedangkan solubilizer untuk menambah kelarutan zat aktif. Sebagai contoh,
kurkuminoid, yaitu zat aktif dalam kunyit yang bersifat labil (tidak stabil) pada suasana alkalis atau netral, tetapi stabil dalam suasana asam, sehingga muncul ramuan ‘kunir-
asem’.
Demikian juga dengan etil metoksi sinamat, suatu zat aktif pada kencur yang
agak sukar larut dalam air; untuk menambah kelarutan diperlukan adanya ‘suspending
agent’ yang berperan sebagai solubilizer yaitu beras, sehingga dibuat ramuan ‘beras-
kencur’.
Selain itu beberapa contoh TO yang memiliki efek sejenis (sinergis), misalnya
untuk diuretik bisa digunakan daun keji beling, daun kumis kucing, akar teki, daun
apokat, rambut jagung dan lain sebagainya. Sedangkan efek komplementer (saling
mendukung) beberapa zat aktif dalam satu tanaman, contohnya seperti pada herba timi
(Tymus serpyllum atau T.vulgaris) sebagai salah satu ramuan obat batuk. Herba timi
diketahui mengandung minyak atsiri (yang antara lain terdiri dari : tymol dan kalvakrol) serta flavon polimetoksi. Tymol dalam timi berfungsi sebagai ekspektoran (mencairkan dahak) dan kalvakrol sebagai anti bakteri penyebab batuk; sedangkan flavon
polimetoksi sebagai penekan batuk non narkotik, sehingga pada tanaman tersebut
sekurang-kurangnya ada 3 komponen aktif yang saling mendukung sebagai anti tusif.
Demikian pula efek diuretik pada daun kumis kucing karena adanya senyawa flavonoid,
saponin dan kalium.
3). Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi
Zat aktif pada tanaman obat umunya dalam bentuk metabolit sekunder,
sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder; sehingga
memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Efek
tersebut adakalanya saling mendukung (seperti pada herba timi dan daun kumis
kucing), tetapi ada juga yang seakan-akan saling berlawanan atau kontradiksi (sperti
pada akar kelembak). Sebagai contoh misalnya pada rimpang temu lawak (Curcuma
xanthoriza) yang disebutkan memiliki beberapa efek farmakologi, antara lain :
sebagai anti inflamasi (anti radang), anti hiperlipidemia (penurun lipida darah), cholagogum
(merangsang pengeluaran produksi cairan empedu), hepatoprotektor (mencegah
peradangan hati) dan juga stomakikum (memacu nafsu makan). Jika diperhatikan
setidak-tidaknya ada 2 efek yang kontradiksi, yaitu antara anti hiperlipidemia dan
stomakikum. Bagaimana mungkin bisa terjadi pada satu tanaman, terdapat zat aktif yang dapat menurunkan kadar lemak/kolesterol darah sekaligus dapat bersifat memacu nafsu
makan.
Hal serupa juga terdapat pada tanaman kelembak (Rheum officinale) yang telah
diketahui mengandung senyawa antrakinon bersifat non polar dan berfungsi sebagai
laksansia (urus-urus/pencahar); tetapi juga mengandung senyawa tanin yang bersifat
polar dan berfungsi sebagai astringent/pengelat dan bisa menyebabkan konstipasi untuk menghentikan diare.
Lain lagi dengan buah mengkudu (Morinda citrifolia) yang
pernah populer karena disebutkan dapat untuk pengobatan berbagai macam penyakit.
Kenyataan seperti itu disatu sisi merupakan keunggulan produk obat alam / TO/
OT; tetapi disisi lain merupakan bumerang karena alasan yang tidak rasional untuk bisa diterima dalam pelayanan kesehatan formal. Terlepas dari itu semua, sebenarnya
merupakan ‘lahan subur’ bagi para peneliti bahan obat alam untuk berkiprah
memunculkan fenomena ilmiah yang bisa diterima dan dipertangungjawabkan
kebenaran, keamanan dan manfaatnya.
4). Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif
Sebagaimana diketahui bahwa pola penyakit di Indonesia (bahkan di dunia)
telah mengalami pergeseran dari penyakit infeksi (yang terjadi sekitar tahun 1970 ke
bawah) ke penyakit-penyakit metabolik degeneratif (sesudah tahun 1970 hingga
sekarang). Hal ini seiring dengan laju perkembangan tingkat ekonomi dan peradaban
manusia yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi dengan
berbagai penemuan baru yang bermanfaat dalam pengobatan dan peningkatan
kesejahteraan umat manusia.
Pada periode sebelum tahun 1970-an banyak terjangkit penyakit infeksi yang
memerlukan penanggulangan secara cepat dengan mengunakan antibiotika (obat
modern). Pada saat itu jika hanya mengunakan OT atau Jamu yang efeknya lambat,
tentu kurang bermakna dan pengobatannya tidak efektif. Sebaliknya pada periode
berikutnya hinga sekarang sudah cukup banyak ditemukan turunan antibiotika baru
yang potensinnya lebih tinggi sehingga mampu membasmi berbagai penyebab penyakit
infeksi.
Akan tetapi timbul penyakit baru yang bukan disebabkan oleh jasad renik,
melainkan oleh gangguan metabolisme tubuh akibat konsumsi berbagai jenis makanan
yang tidak terkendali serta gangguan faal tubuh sejalan dengan proses degenerasi.
Penyakit ini dikenal dengan sebutan penyakit metabolik dan degeneratif. Yang
termasuk penyakit metabolik antara lain : diabetes (kecing manis), hiperlipidemia
(kolesterol tinggi), asam urat, batu ginjal dan hepatitis; sedangkan penyakit degeneratifdiantaranya :
rematik (radang persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukak lambung),
haemorrhoid (ambaien/wasir) dan pikun (Lost of memory). Untuk menanggulangi
penyakit tersebut diperlukan pemakain obat dalam waktu lama sehinga jika
mengunakan obat modern dikawatirkan adanya efek samping yang terakumulasi dan
dapat merugikan kesehatan. Oleh karena itu lebih sesuai bila menggunakan obat
alam/OT, walaupun penggunaanya dalam waktu lama tetapi efek samping yang
ditimbulkan relatif kecil sehingga dianggap lebih aman.
B. Kelemahan Produk Obat Alam / Obat Tradisional
Disamping berbagai keuntungan, bahan obat alam juga memiliki beberapa
kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional
(termasuk dalam upaya agar bisa diterima pada pelayanan kesehatan formal). Adapun
beberapa kelemahan tersebut antara lain : efek farmakologisnya yang lemah, bahan
baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji
klinik dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme.
Menyadari akan hal ini
maka pada upaya pengembangan OT ditempuh berbagai cara dengan pendekatan-
pendekatan tertentu, sehingga ditemukan bentuk OT yang telah teruji khasiat dan
keamanannya, bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah serta memenuhi indikasi
medis; yaitu kelompok obat fitoterapi atau fitofarmaka Akan tetapi untuk melaju
sampai ke produk fitofarmaka, tentu melalui beberapa tahap (uji farmakologi, toksisitas
dan uji klinik) hingga bisa menjawab dan mengatasi berbagai kelemahan tersebut.
Efek farmakologis yang lemah dan lambat karena rendahnya kadar senyawa aktif
dalam bahan obat alam serta kompleknya zat balast/senyawa banar yang umum terdapat
pada tanaman. Hal ini bisa diupayakan dengan ekstrak terpurifikasi, yaitu suatu hasil ekstraksi selektif yang hanya menyari senyawa-senyawa yang berguna dan membatasi sekecil mungkin zat balast yang ikut tersari. Sedangkan standarisasi yang komplek karena terlalu banyaknya jenis komponen OT serta sebagian besar belum diketahui zat
aktif masing-masing komponen secara pasti, jika memungkinkan digunakan produk
ekstrak tunggal atau dibatasi jumlah komponennya tidak lebih dari 5 jenis TO.
Disamping itu juga perlu diketahui tentang asal-usul bahan, termasuk kelengkapan data pendukung bahan yang digunakan; seperti umur tanaman yang dipanen, waktu panen,
kondisi lingkungan tempat tumbuh tanaman (cuaca, jenis tanah, curah hujan, ketinggian tempat dll.) yang dianggap dapat memberikan solusi dalam upaya standarisasi TO dan OT.
Demikian juga dengan sifat bahan baku yang higroskopis dan mudah
terkontaminasi mikroba, perlu penanganan pascapanen yang benar dan tepat (seperti
cara pencucian, pengeringan, sortasi, pengubahan bentuk, pengepakan serta
penyimpanan).
II. EFEK SAMPING TANAMAN OBAT/OBAT TRADISIONAL
Dari definisi Obat Tradisional yang telah direkomendasikan Depkes
(sebagaimana disebutkan pada awal tulisan ini) terdapat kalimat “...yang secara
tradisional digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman”. Pada kata ‘secara
tradisional’ tersirat makna bahwa segala aspeknya (jenis bahan, cara menyiapkan,
takaran serta waktu dan cara penggunaan) harus sesuai dengan warisan turun-temurun
sejak nenek moyang kita.
Penyimpangan terhadap salah satu aspek kemungkinan dapat
menyebabkan ramuan OT tersebut yang asalnya aman menjadi tidak aman atau
berbahaya bagi kesehatan. Pada hal jika diperhatikan, seiring perkembangan jaman
banyak sekali hal-hal tradisional yang telah bergeser mengalami penyempurnaan agar
lebih mudah dikerjakan ulang oleh siapapun. Misalnya tentang peralatan untuk merebus
jamu, dulu masih menggunakan kwali dari tanah liat sekarang sudah beralih ke panci
dari aluminium, untuk menumbuk sudah menggunakan alat-alat dari logam dan tidak
lagi menggunakan alu dari kayu atau batu, dan lain sebagainya.
Disamping itu perlu disadari pula bahwa memang ada bahan ramuan OT yang
baru diketahui berbahaya, setelah melewati beragam penelitian, demikian juga adanya
ramuan bahan-bahan yang bersifat keras dan jarang digunakan selain untuk penyakit-
penyakit tertentu dengan cara-cara tertentu pula. Secara toksikologi bahan yang
berbahaya adalah suatu bahan (baik alami atau sintesis, organik maupun anorganik)
yang karena komposisinya dalam keadaan, jumlah, dosis dan bentuk tertentu dapat
mempengaruhi fungsi organ tubuh manusia atau hewan sedemikian sehingga
mengganggu kesehatan baik sementara, tetap atau sampai menyebabkan kematian.
Suatu bahan yang dalam dosis kecil saja sudah menimbulkan gangguan, akan lebih
berbahaya daripada bahan yang baru dapat mengganggu kesehatan dalam dosis besar.
Akan tetapi bahan yang aman pada dosis kecil kemungkinan dapat berbahaya atau
toksis jika digunakan dalam dosis besar dan atau waktu lama, demikian juga bila tidak
tepat cara dan waktu penggunaannya. Jadi tidak benar, bila dikatakan OT/TO itu tidak
memiliki efek samping, sekecil apapun efek samping tersebut tetap ada; namun hal itu
bisa diminimalkan jika diperoleh informasi yang cukup. Ada beberapa contoh, antara
lain mrica (Piperis sp.) pada satu sisi baik untuk diabetes, tetapi mrica juga berefek menaikkan tekanan darah; sehingga bagi penderita diabet sekaligus hipertensi
dianjurkan tidak memasukkan mrica dalam ramuan jamu/OT yang dikonsumsi.
Kencur (Kaempferia galanga) memang bermanfaat menekan batuk, tetapi juga berdampak
meningkatkan tekanan darah; sehingga bagi penderita hipertensi sebaik-nya tidak
dianjurkan minum beras-kencur. Demikian juga dengan brotowali (Tinospora sp.) yang
dinyatakan memiliki efek samping dapat mengganggu kehamilan dan menghambat
pertumbuhan plasenta.
Walaupun demikian efek samping TO/OT tentu tidak bisa disamakan dengan
efek samping obat modern. Pada TO terdapat suatu mekanisme yang disebut-sebut
sebagai penangkal atau dapat menetralkan efek samping tersebut, yang dikenal dengan
SEES (Side Effect Eleminating Subtanted).
Sebagai contoh di dalam kunyit terdapat senyawa yang merugikan tubuh, tetapi di dalam kunyit itu juga ada zat anti untuk menekan dampak negativ tersebut. Pada perasan air tebu terdapat senyawa Saccharant yang ternyata berfungsi sebagai antidiabetes, maka untuk penderita diabet (kencing
manis) bisa mengkonsumsi air perasan tebu, tetapi dilarang minum gula walaupun gula
merupakan hasil pemurnian dari tebu.
Selain yang telah disebutkan diatas, ada beberapa tanaman obat/ramuan yang
memang berefek keras atau mempunyai efek samping berbahaya terhadap salah satu
organ tubuh. Selengkapnya TO tersebut seperti tersaji pada tabel berikut :
Tanaman Obat/Ramuan OT yang berefek keras
(mempunyai efek samping berbahaya)
N EFEK TERHADAP CONTOH TANAMAN OBAT
O
1. Jantung Daun digitalis, daun oleander, daun senggunggu
2. Susunan syaraf otonom Umbi gadung, biji saga, daun dan buah kecubung,
daun gigil, biji jarak, daun tuba
3. Susunan Syaraf Pusat Daun koka
4. Sistem Pencernaan Biji ceguk, daun widuri
5. Saluran Pernafasan Kulit buah jambu monyet
6. Sistem Reproduksi Jungrahap, jarong, daun maja, akar kelor, buah
Wanita (Abortivum) nanas muda
7. Sistem Reproduksi Pria ~ penurun libido => biji kapas
~ melemahkan spermatozoa => biji pare
• Diuretik kuat => daun keji beling, meniran
8. Saluran Kencing
• Memacu batu ginjal => bayam, kubis, nenas
9. Hati/Lever Konfrei, arak, daun imba
10. Meningkatkan kadar asam Mlinjo, kacang-kacangan
urat darah
11. Menurunkan Jumlah Sel Ochrosia spp.
Vinca rosea (daun tapak dara)
Darah Putih
Demikian juga dari suatu hasil percobaan toksisitas dan kandungan senyawa kimia
yang berbahaya yang pernah dipublikasikan pada suatu artikel, antara lain menyebutkan
sebagai berikut :
a. Beberapa tanaman yg telah diketahui mengandung bahan yang berbahaya
1. Dari suku Euphorbiaceae :
Phylanthus sp. : mengandung ester phorbol yang dinyata-kan dapat merangsang
virus Epstein-Borr (dalam waktu lama menyebabkan karsinoma)
Recinus comunis : bijinya mengandung protein risin, yang apabila diabsorpsi dalam
bentuk asli, akan meng-hambat sintesis protein, karena dapat
mengacaukan proses metabolisme)
Croton tiglium L. : bijinya mengandung crotin (suatu protein fitotoksin),
fraksi resinnya menyebabkan radang kulit
minyak croton mengandung suatu zat karsinogenik yang dapat
merangsang karsinogen lemah, sehingga memacu terjadinya kanker
2. Dari suku Rutaceae :
Ruta graveolens L. : mengandung glukosida kumarin (rutarin/marmesin)
- mengiritasi kulit (bagi yang peka) menyebabkan lepuh-lepuh dan demam
- jika infusa terminum kemungkinan bisa menimbulkan peradangan usus
a. Tanaman yang dianggap berbahaya (LD 50 : kecil, tetapi belum diketahui
kandungan mana yang mengakibatkan gejala negatif
NO BAHAN BAKU DAN FAMILIA LD-50
TANAMAN ASAL
1. Majakan (proses reaksi daun Fagaceae 16,45 mg/kg. BB
Quercus lusitanica Roxb.)
2. Nagasari Guttiferae 20,93 mg/kg. BB
(bunga Mesua ferae L.)
3. Sukmadiluwih (buah Gunera Halorrhagidace 21,91 mg/Kg.BB
macrophyla Bl.) ae
4. Sidowayah (bunga Woodfor-dia Litraceae 24,22 mg/kg.BB
floribunda)
5. Kulit buah delima (Punica 28,0 mg/kg.BB
granatum L.)
b. Tanaman yang bersifat oksitosik ( merangsang uterus), tetapi belum diketahui
zat penyebabnya
1. Jungrahap (daun Beachea frutescen L. familia Myrtaceae)
2. Majakan (eksudat daun Quercus lusitanica Lamk. Familia Fagaceae)
3. daun kaki kuda (Centela asiatica Urb.familia Umbeliferaeae)
4. Meniran (Phyllathus niruri L.familia Euphorbiaceae)
5. umbi Angelica sinensis L. ~ ramuan yang menyebabkan cacat
Kelima bahan tersebut disusun berdasarkan urutan paling kuat sifat
oksitosiknya. Walaupun baru merupakan informasi percobaan pada hewan, tetapi telah
memberikan petunjuk paling tidak bahwa Jungrahap yang digunakan bersamaan dengan
daun sembung dan beluntas serta daun kaki kuda, mengakibatkan kematian pada induk
hewan percobaan, pendarahan pada uterus dan usus, kematian janin, pertumbuhan janin
tidak normal (lambat); meskipun dosis yang diberikan baru 10 kali lebih kecil dari dosis
lazim pada manusia. Memang tidak begitu jelas adanya adisi, potensiasi atau inhibisi
antara bahan-bahan diatas bila diberikan bersama.
Tetapi setidak-tidaknya dari informasi tersebut kita perlu mewaspadai terutama
bila digunakan untuk sesuatu yang berkaitan dengan sistem reproduksi seperti terlambat
bulan/haid, jamu hamil, keputihan, sari rapet dan semacamnya.
III. PENYALAHGUNAAN OBAT TRADISIONAL/TANAMAN OBAT
Sebagaimana halnya obat-obat sintesis, OT/TO pun seringkali disalah gunakan
oleh oknum tertentu baik untuk pemakaian sendiri maupun ditujukan kepada orang lain
dengan maksud-maksdu tertentu. Bila pada obat-obat sintesis sering diinformasikan
adanya penyalah gunaan obat-obat golongan psikotropika (obat tidur,
penenang/tranquilizer), maka pada OT penyalah gunaan itu juga dilakukan dengan
berbagai kasus. Diantaranya yang sering terjadi adalah kasus penyalah gunaan cara
pemakaian (seperti daun ganja, candu untuk dicampur dengan rokok, seduhan kecubung
untuk flay dsb.), juga tujuan pemakaian (misalnya jamu terlambat bulan dicampur
dengan jamu pegel linu untuk abortus) dan yang lebih luas lagi adalah penyalah gunaan
pada proses penyiapan/produksi dengan cara menambahkan zat kimia tertentu/obat
keras untuk mempercepat dan mempertajam khasiat/efek farmakologisnya sehingga
dikatakan jamunya ‘lebih manjur, mujarab, ces-pleng’ dan lain-lain.
Tentu masih segar pada ingatan kita terhadap kasus jamu yang dicampur obat
keras di Cilacap dan banyumas yang kemudian ketahuan dan dicabut ‘registrasi’nya
oleh Badan POM (Kompas, Nov.2001). Adapun obat-obat keras yang sering
ditambahkan pada jamu/OT antara lain : fenilbutazon, antalgin, deksametason (untuk
jamu pegel linu); parasetamol, CTM, coffein (untuk jamu masuk angin dan sejenisnya);
teofilin, prednison (untuk sesak nafas), furosemid (untuk pelangsing) dan lain
sebagainya. Pada hal zat-zat kimia tersebut bisa menimbulkan dampak negatip yang
membahayakan kesehatan; sebagai contoh fenilbutazon bisa menyebabkan pendarahan
lambung dan merusak hati, antalgin bisa menyebabkan granulositosis atau kelainan
darah dan prednison menyebabkan pembengkakan wajah dan gangguan ginjal.
Pada kasus lain, ada juga penyalahgunaan OT dengan cara dioplos bersama
produk lain yang beralkohol (seperti konsumsi anggur jamu yang umumnya dilakukan
oleh para remaja). Hal ini bukan hanya menyebabkan penyakit hati yang parah, tetapi
dapat menyebabkan kematian karena dicampur bahan lain yang berbahaya. Demikian
juga dengan minum jamu terlambat bulan pada dosis berlebih (seperti yang sering
dilakukan sebagian remaja putri untuk abortus). Memang bukan menjadi rahasia lagi
bahwa salah satu cara untuk menjarangkan kehamilan masyarakat Indonesia (khususnya
Jawa) dengan minum jamu terlambat bulan; akan tetapi hal ini sering disalah gunakan
oleh para remaja putri setelah mengetahui akibat perbuatannya yang diluar kontrol
membuahkan keterlambatan menstruasi lebih dari 2 bulan. Terlepas dari segi moral dan
agama yang jelas-jelas melaknat perbuatan ini, dari segi fisik jika calon bayi yang ingin
digugurkan telah cukup besar dan tidak meninggal dapat terjadi kecacatan tubuh secara
permanen akan disandang oleh bayi yang tak berdosa tersebut.
PENUTUP
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa OT/TO dapat bermanfaat
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, lebih-lebih dalam upaya preventif
dan promotif bila dipergunakan secara tepat. Ketepatan itu menyangkut tepat dosis,
cara dan waktu penggunaan serta pemilihan bahan ramuan yang sesuai dengan indikasi
penggunaannya. Sebaliknya OT/TO-pun dapat berbahaya bagi kesehatan bila kurang
tepat penggunaannya (baik cara, takaran, waktu maupun pemilihan bahan ramuan) atau
memang sengaja disalahgunakan. Oleh karena itu diperlukan informasi yang lengkap
tentang TO/OT, untuk menghindari hal-hal yang merugikan bagi kesehatan.
KEPUSTAKAAN
-------------, 2001, Jamu Campur Obat Keras dicabut Registrasinya, (Harian Umum,
Kompas, Jakarta, Nov. 2001)
------------, 2002, Potensi Obat-obat Tradisional perlu Digali, Harian Umum, Suara
Merdeka, Semarang, 26 Januari 2002.
Dzulkarnain B., 1989, Obat Tradisional Tidak Tanpa Bahaya,Cermin Dunia
Kedokteran No.59 (hlm. 3-6)
Maheshwari H., 2002, Pemanfaatan Obat Alami : Potensi dan Prospek Pengem-
bangan,http : //rudct.tripod.com./sem2_012/hera_maheshwari.htm
Pramono S., 2002, Reformulasi Obat Tradisional, Seminar Sehari “Reevaluasi dan
Reformulasi Obat Tradisional Indonesia”, Majalah Obat Tradisional &
Fak.Farmasi UGM, Yogyakarta
Santosa O.S., 1989, Penggunaan Obat Tradisional Secara Rasional, Cermin Dunia
Kedokteran No.59 (hlm. 7-10)
Saptorini E., 2000, Efek Samping Tanaman Obat, Sisipan (Mudah, Murah, Manjur)
SENIOR, No.58 (11-17 Agustus 2000)
Lampiran
BEBERAPA CONTOH PENYAKIT YANG BELUM BISA DITANGGULANGI
DENGAN OBAT TRADISIONAL / TANAMAN OBAT
Kelainan kongenital Keganasan/kangker
Defisiensi berat (vitamin/mineral) Penyakit infeksi/menular
Penyakit akut (jantung, hepar, ginjal) Alergi berat/imunologi
Penyakit syaraf dan jiwa Pendarahan berat
Asma
BEBERAPA CONTOH PENYAKIT YANG BISA DITANGGULANGI DENGAN
OBAT TRADISIONAL /TANAMAN OBAT
1. PENYAKIT YANG MUNGKIN DAPAT DIOBAT SECARA KAUSAL
• Cacingan • Malaria
• Panu/kadas/kudis • Gigitan serangga
2. Gejala penyakit yang dapat diobati secara simtomatik
• Batuk • bisul dan gatal-gatal
• Sakit kepala • luka ringan
• Demam • bengkak terpukul
• Encok • kembung
• Mual dan diare • luka bakar kecil
• Sembelit • mimisen/pendarahan kecil
• Mulas • pilek
• Sariawan • anyang-anyangen (polakisuria)
• Wasir • sakit gigi
3. Keadaan yang dapat diobat secara suportif
• jerawat • penyubur rambut
• ketombe • kurang nafsu makan
• pelancar ASI • habis bersalin
• bau badan • kehamilan
• penghitam rambut • lesu darah
4. Penyakit yang telah didiagnosis dokter (dalam kelangkaan obat modern)
• hipertensi • batu empedu
• dibetes malitus • keputihan
• nefrolitiasis • susah kencing (disuria)
• penyakit mata
Daftar Tanaman Obat yang Prospektif untuk Fitofarmaka
N NAMA TANAMAN BAGIAN INDIKASI POTENSI
O OBAT
Rimpang Hepatitis, artitis
1. Temu lawak
(Curcuma
xantorrhiza, Roxb)
2. Kunyit (Curcuma Rimpang Hepatitis, artitis,
domestica Val.) antiseptik
Umbi lps Kandidiasis,
3. Bawang putih
hiperlipidemia
(Alium sativum
Linn)
Daun Anti hiperlipidemia
4. Jati Belanda
(Guazuma ulmifolia
Lamk.)
Daun Haemorrhoid
5. Handeuleum
(Graptophyllum
pictum Griff.)
Daun Nefrolitiasis,
6. Tempuyung
diuretika
(Sonchus arvensis
Linn)
Daun Nefrolitiasis,
7. Kejibeling
diuretika
(Strobilanthus
crispus Bl.)
8. Labu merah Biji Taenisiasis
(Curcubita moschata
Duch)
9. Katuk (Sauropus Daun Meningkatkan
androgynus Merr.) produksi ASI
Daun Diuretika
10. Kumis kucing
(Orthosiphon
stamineus Linn)
11. Sledri (Apium Daun Anti hipertensi
graviolens Linn)
12. Pare (Momordica Buah/biji Diabetes malitus
charantia Linn)
Daun Anti diare
13. Jambu biji/klutuk
(Psidium guajava
Linn)
Biji Askariasis, oksiuriasis
14. Ceguk/wudani
(Quisqualis indica
Linn)
Daun Analgesik
15. Jambu mede
(Anacardium
ocidentale)
16. Sirih (Piper betle Daun Antiseptik
Linn)
17. Saga telik (Abrus Daun Stomatitis aftosa
precatorius Linn)
18. Sembung (Blumea Daun Analgesik, antipiretik
balsamifera D.C)
Batang (mengarah) anti
19. Benalu the
kangker
(Loranthus spec.
Div.)
Sumber papain
20. Pepaya (Carica * Getah
Anti malaria
* Daun
papaya Linn)
Kontrasepsi pria
* Biji
Batang Anti malaria, diabetes
21. Brotowali
(Tinospora rumphii
Boerf)
Daun Diuretika, antiseptika,
22. Pegangan/kaki kuda
antikeloid, hipertensi
(Centela asiatica
Urban)
23. Legundi (Vitex Daun Antiseptika
trifolia Linn.)
24. Inggu (Ruta Daun Analgesik, antipiretik
graveolens Linn.)
Bunga Antiseptik, diuretika
25. Sidowayah
(Woodfordia
floribunda Salibs.)
26. Pala (Myristica Buah Sedatif
fragans Houtt.)
Daun Antiseptik, diabetes
27. Sambilata
(Andrographis
paniculata Nees.)
28. Jahe (Zingibers Rimpang Analgesik, antipiretik,
officinale Rosc.) antiinflamasi
Kulit buah Antiseptik, antidiare
29. Delima putih
(Punica granatum
Linn.)
30. Dringo (Acorus Rimpang Sedatif
calamus Linn.)
31. Jeruk nipis (Citrus Buah Anti tusif
aurantifolia Swiqk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar